5.1.12

Reinventing Government

Seperti halnya kondisi birokrasi di banyak Negara yang cenderung tidak efisien dan efektif, Reinventing Government yang ditulis oleh David Osborne dan Ted Geabler juga diilhami oleh kecenderungan sinisme yang mendalam rakyat Amerika terhadap birokrasi. Buku tersebut juga merupakan kritik atas konsep weberian. Pada dasarnya gagasan Reinventing Government merupakan gagasan tentang penataan ulang pemerintahan. Gagasan ini terbilang revolusioner bagi mereka yang melihat pemerintahan sebagai sesuatu yang mapan, tidak berubah. Buku tersebut disusun dalam kurun waktu yang cukup lama, 4 tahun. Selama kurun waktu tersebut Osborne dan Geabler melakukan riset dan wawancara yang mendalam dengan ratusan orang dan bekerja dengan ribuan orang lainnya dalam berbagai peran yang mereka jalani di bidang manajemen dan konsultasi dalam bidang manajemen pemerintahan. 

Buku tersebut ditulis dalam 11 bab. Masing-masing bab merupakan uraian terhadap 10 poit gagasan reinventing Government, bab 11 berisi rangkuman yang menegaskan kembali inti dari gagasan reinventing government. Buku tersebut menawarkan perspektif baru pemerintahan melalui pendekatan kewirausahaan yang cenderung fleksibel dan adaptif terhadap perubahan yang terjadi. Kata Reinventing Government (pemerintahaan wirausaha) berasal dari kata “wirausaha dan pemerintah. Wirausaha (entrepreneur) tidak sekedar mempunyai arti menjalankan bisnis, oleh J.B Say (1800) diartikan sebagai memindahkan berbagai sumber ekonomi dari suatu wilayah yang produktivitasnya rendah ke wilayah dengan produktivitas lebih tinggi dan hasilnya lebih besar. Dengan kata lain, seorang wirausahawan menggunakan sumber daya dengan cara baru untuk memaksimalkan produktivitas dan efektivitas. Dengan demikian pemerintahan wirausaha adalah pemerintahan yang mempunyai kebiasaan bertindak dengan menggunakan sumber daya dengan cara baru untuk meningkatkan/mempertinggi efisiensi dan efektifitasnya. Definisi Say berlaku bagi sektor swasta, pemerintah, dan sukarelawan atau sektor ketiga. Jika dihubungaan dengan kata pemerintah, maka pemerintahan wirausaha berarti usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah mengelola berbagai sumber daya dari cara dengan produktifitas rendah ke cara dengan produktifitas tinggi dengan hasil yang lebih besar.
Dengan kata lain Reinventing dapat dimaknai sebagai penciptaan kembali birokrasi dengan mendasarkan pada sistem wirausaha, yakni menciptakan organisasi-organisasi dan sistem publik yang terbiasa memperbarui, yang secara berkelanjutan, memperbaiki kualitasnya tanpa harus memperoleh dorongan dari luar. Dengan demikian, reinventing berarti menciptakan sektor publik yang memiliki dorongan dari dalam untuk memperbaiki apa yang disebut dengan “sistem yang memperbarui kembali secara sendiri”. Reinventing menjadikan pemerintah siap menghadapi tantangan-tantangan yang mungkin tidak dapat diantisipasi. Dengan demikian konsep ini muncul dari kritik terhadap kinerja pemerintahan selama ini yang cenderung kaku, tidak fleksibel, kurang adaptif terhadap perkembangan yang terjadi dan perubahan yang akan terjadi di masa depan
Adapun kesepuluh point yang menjadi gagasan Reinventing Government adalah sebagai berikut :
    1. Pemerintahan katalis, yakni pemerintahan yang bertindak sebagai pengarah daripada sebagai pelaku
    2. Pemerintahan milik masyarakat, yakni pemerintahan yang lebih banyak memberikan wewenang daripada melayani.
    3. Pemerintahan yang kompetitif, yakni dengan menyuntikkan persaingan dalam penyelenggaraan pelayanan
    4. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi, yakni mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi
    5. Pemerintahan yang berorientasi hasil, yakni membiayai hasil bukan masukan
    6. Pemerintahan berorientasi pelanggan, yakni memenuhi kebutuhan pelanggan bukan birokrasi.
    7. Pemerintah wirausaha, yakni pemerintah yang lebih banyak menghasilkan daripada membelanjakan
    8. Pemerintah yang antisipatif, yakni pemerintah yang lebih sering mencegah daripada mengobati kerusakan.
    9. Pemerintahan desentralisasi
    10. Pemerintahan berorientasi pasar, mendongkrak perubahan melalui pasar.
Konsep birokrasi entrepreneurial merupakan kritik terhadap birokrasi seperti yang diungkapkan oleh Weber yang sangat hirarkis. Meskipun pada awalnya, birokrasi merupakan sistem kerja institusional yang diharapkan dapat menjadi alat untuk melayani kepentingan masyarakat dengan efektif dan efisien, dalam kenyataannya justru sebaliknya. Birokrasi cenderung lamban, hirarkis, tidak efisien, dan hanya memboroskan anggaran pemerintah. Meski demikian konsep ini bukan tanpa kritik. Konsep pemerintahan entrepreneur Osborn dan Gaebler yang mencoba menemukan nilai-nilai baru (re-inventing) di bidang pemerintahan ternyata menurut Painter (1994) mempunyai kekuatan dan sekaligus kelemahan. Kritik Painter terhadap konsep pemerintahan entrepreneur adalah bahwa ia terlalu bias pada “new administrative values” yang lebih banyak menitik beratkan pada orientasi goal governance dengan meminggirkan nilai-nilai administrasi klasik yang sebenarnya masih potensial yang berbasis pada rule governance. Oleh karena itu, Painter menyebutnya bukannya reinventing government melainkan pemerintahan yang sudah dalam keadaan tertinggal (abandoning government), karena Osborn dan Gaebler sebenarnya telah menghapuskan atau setidak-tidaknya telah membelotkan nilai-nilai pemerintahan. Padahal kedua nilai tersebut (lama dan baru) bisa disatu padukan.


KONTEKS INDONESIA
Pemerintahan dengan bisnis merupakan dua lembaga yang berbeda secara mendasar. Pemerintahan bertujuan agar memperoleh legitimasi dari masyarakat sehingga dapat dipilih kembali oleh masyarakat pada periode yang akan datang. Sedangkan bisnis bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Jika suatu organisasi bisnis tidak dapat memperoleh keuntungan maka organisasi tersebut akan mengalami Death Line atau kematian. Demikian juga dengan organisasi pemerintahan. Jika tidak dapat memperoleh legitimasi dari masyarakat (tidak favorit bagi masyarakat) maka pemerintahan tersebut pada periode yang akan datang tidak akan dipilih oleh masyarakat dan akan berganti dengan pemerintah yang baru.
Perbedaan tujuan di atas menciptakan motivasi yang berbeda. Pimpinan usaha swasta akan berorientasi untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, karena keuntungan merupakan indikator dari keberhasilan mereka. Sedangkan dalam pemerintahan, indikator keberhasilan seorang manajer pemerintah adalah bukan seberapa banyak keuntungan yang diperoleh tetapi apakah mereka dapat menyenangkan para politisi yang terpilih atau tidak. Karena itu kinerja manajer pemerintah sangat dipengaruhi oleh kelompok kepentingan yang menang dalam pemilu dalam periode tertentu. Reinventing Government bukan bertujuan untuk menghilangkan peran pemerintah dalam masyarakat dan menjadikan peran tersebut dijadikan peran swasta. Dengan kata lain Reinventing Government bukan indentik dengan swastanisasi, karena dengan swastanisasi menyeluruh fungsi pemerintah sebagai publik service akan kabur oleh profit oriented pihak swasta.
Menurut Imawan, prinsip utama Reinventing Government adalah: (1) Steering (mengendalikan, memfasilitasi aktivitas masyarakat). (2) Empowering (memberdayakan anggota masyarakat). (3) Meeting the need of the costumer, not bureaucracy. (4) Earning (5) Prevention. Prinsip-prinsip utama reinventing government ini akan diigunakan sebagai dasar analisa untuk melihat pelaksanaan reinventing government di Indonesia. Merujuk pada pendapat yang dikemukakan Imawan tersebut, maka penerapan reinventing government untuk konteks Indonesia dapat dilihat melalui kelima prinsip utama tersebut yakni: Pertama, Steering. Paradigma tradisional tentang birokrasi pemerintahan menyatakan bahwa birokrasi pemerintahan ibarat sebuah perahu besar yang dapat menyelamatkan seluruh warga negara dan masyarakat dari bencana banjir ekonomi maupun politik. Hal ini menyebabkan pemerintah merupakan aktor tunggal untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat dan masyarakat akan semakin tergantung kepada pemerintahnya. Paradigma tradisional ini menyebabkan pemerintah tidak bisa lagi berpikir jernih untuk meningkatkan mutu kerjanya, karena sudah dililit oleh aktivitas-aktivitas rutin untuk melayani kebutuhan masyarakat. Mutu pelayanan kepada masyarakat tidak bisa ditingkatkan lagi. Untuk itu perlu perubahan paradigma, agar pemerintah tidak lagi sebagai pelaksana tunggal pelayanan kepada masyarakat tetapi bermitra dengan pihak swasta. Agar pemerintah tidak lagi terjerat dengan kegiatan rutin sebagai pelayan masyarakat, maka pemerintah perlu memikirkan untuk menyerahkan tugas-tugas pelayanan tersebut kepada masyarakat (NGO -non government organization- atau pihak swasta) atau melaksanakan pelayanan tersebut dengan bermitra dengan masyarakat (sistem koproduksi). Pemerintah yang banyak melaksanakan tugas pelayanan akan semakin memberikan peluang kepada gagalnya atau lemahnya mutu pekrjaan, maka dalam kondisi ini akan lebih baik jika pemerintah menyerahkan urusan tersebut kepada swasta dan pemerintah hanya menetapkan peraturan-peraturan yang akan dilaksanakan oleh pihak swasta. Dengan memfokuskan diri kepada pengarahan, maka daya pikir para pembuat kebijakan publik akan meningkat dan cermat, sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil akan lebih produktif dan lebih cermat.
Kedua, Empowering. Pada pemerintahan yang menganut sistem otoriter kekuasaan tertinggi berada ditangan penguasa (negara) dan tidak memberikan hak-hak politik kepada rakyat. Pada sistem ini rakyat hanyalah sebagai objek tanpa mempunyai akses untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Rakyat tidak dapat memberikan saran-saran/koreksi terhadap kinerja pemerintah sehingga pemerintah bekerja tanpa terkontrol. Pada perkembangannya sistem ini tidak populer lagi dimata masyarakat, apalagi pada sistem ini pemerintah harus melayani seluruh kebutuhan masyarakat tetapi pemerintah tidak mampu melaksanakannya dengan baik.
Karena sistem otoriter tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, maka perlu dilakukan perubahan. Perubahan yang dimaksudkan adalah mengembalikan kekuasaan kepada rakyat dengan melakukan pemberdayaan kepada rakyat (Empowering). Melalui sistem ini rakyat tidak lagi sebagai objek pemerintahan tetapi juga sebagai subjek pemerintahan. Rakyat harus diberikan kewenangan untuk mengurus dirinya sendiri. Dalam pelaksanaan empowering ini ada beberapa kendala yang dihadapi, yaitu keterbatasan kemampuan sumber daya manusia. Dengan keterbatasan ini masyarakat belum mampu menterjemahkan berbagai misi pemerintahan. Disini tugas pemerintah untuk melakukan pembinaan pengetahuan masyarakat agar mampu melakukan berbagai kegiatan dalam pembangunan.
Ketiga, Meeting the Needs of the Costumer, not the Bureaucracy. Dalam prinsip reinventing government ini pemerintah harus memenuhi kebutuhan consumer (masyarakat) bukan kebutuhan birokrasi. Gejala yang selama ini ada para administrator bekerja untuk mendapatkan prestasi yang akan dinilai baik oleh atasannya. Para bawahan akan berusaha membuat atasan senang agar dia mendapatkan pangkat yang lebih tinggi. Sedangkan masyarakat yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang baik dari para administrator menjadi faktor sampingan, faktor yang utama adalah seorang administrator harus melayani kebutuhan para pejabat. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat para administrator harus merubah orientasi pelayananan dari melayani kebutuhan para birokrat menjadi melayani kebutuhan masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan merasa terayomi oleh pemerintah, merasa dekat secara emosional dengan pemerintah. Hal ini akan terjadi jika telah terwujud Civil Society dalam masyarakat. Dengan civil society masyarakat akan mempunyai ekses dalam mengawasi pelaksanaan tugas pemerintahan. Jika terjadi pelanggaran, misalnya para birokrat tidak melayani masyarakat dengan baik tetapi melayani birokrat atasannya, maka masyarakat akan meniupkan peluit sebagai tanda peringatan kepada administrator. Dengan demikian penyimpangan akan semakin dikurangi. Dengan kata lain administrator akan mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan birokrat.
Keempat, Earning. Sifat pemerintahan yang selama ini ada adalah selalu berusaha untuk menghabiskan dana yang ada, tanpa perlu memikirkan bagaimana mendapatkan dana tersebut. Semakin lama semakin terbatas sumber dana pemerintah, biaya yang dibutuhkan untuk membiayai berbagai program pemerintah semakin tinggi. Disatu sisi pemerintah dapat memungut pajak yang tinggi dari masyarakat untuk membiayai berbagai program pemerintah, tetapi hal tersebut akan menambah beban masyarakat dan pada akhirnya akana mengurangi akuntabilitas pemerintah dimata masyarakat. Disini berarti menaikan sektor pajak merupakan cara yang tidak bijaksana. Sehubungan dengan hal di atas pemerintah perlu mempertimbangkan pemikiran bahwa instansi pemerintah harus mampu menghasilkan dana untuk membiayai berbagai programnya. Seorang manajer instansi pemerintah harus mampu melaksanakan tugas sebagaimana halnya manajer perusahaan swasta yakni dengan mempertimbangkan input dan out-put dari instansinya. Masing-masing instansi pemerintah harus mampu membuat program yang mampu menambah penghasilan instansinya, sebagaimana yang dilaksanakan oleh sektor swasta. Dengan demikian instansi pemerintah dan para birokrat didalamnya akan terbiasa untuk menghemat biaya/anggaran. Apabila seluruh instansi pemerintah sudah terbiasa untuk menghasilkaan dana sendiri untuk membiayai berbagaaai kegiatannya bahkan sampai bisa menabung/investasi untuk usaha lain, maka beban pemerintah untuk berbagai kegiatan pemerintahan akan semakin berkurang. Dengan demikian konsentrasi pemikiran pemerintah (pembuat kebijakan) akan tertuju pada masalah-masalah yang penting dan mutu pelayanan pemerintah kepada masyarakat akan meningkat.
Hal di atas akan dapat dilaksanakan di Indonesia, jika masing-masing pemerintah daerah sudah mampu membiayai pemerintahannya sendiri. Dan di dalam Pemerintah Daerah tersebut, masing-masing instansi Pemerintah Daerah mampu menghasilkan dana sendiri dengan tidak selalu memberatkan anggaran Pemerintah Daerah, misalnya Dinas Pertanian mampu menghasilkan dana sendiri dengan melakukan penelitian dan pengembangan bibit unggul dan hasilnya dijual ke masyarakat atau ke daerah lain melalui mekanisme pasar yang sehat. Demikian juga dengan Dinas Perikanan, mampu mengembangkan sektor penelitian dan pengembangan ikan dan hasilnya di jual kepada pasar. Demikian juga dengan dinas-dinas lainnya. Jika hal di atas dapat diwujudkan, maka nantinya akan kita lihat bahwa daerah-daerah di Indonesia akan merata kemajuannya. Ekonomi masyarakat akan ditunjang dengan perdagangan antar daerah yang berjalan dengan sehat. Hal ini pada akhirnya akan mampu mengeluarkan Indonesia dari krisis ekonomi dan krisis politik.
Kelima, Prevention. Pemerintah selama ini cenderung untuk menyelesaikan suatu masalah setelah masalah tersebut timbul atau menjadi masalah besar. Setelah suatu masalah menjadi masalah besar, maka pemerintah akan mengalami kesulitan besar untuk mengatasinya, baik dari segi kerumitan maupun pembiayaan. Misalnya, Masalah wabah penyakit, Apabila di suatu daerah telah terjadi wabah penyakit mutaber, demam berdarah, maka pemerintah akan bekerja ekstra keras dan mengeluarkan biaya yang tinggi untuk mengatasi masalah wabah penyakit tadi. Akan lain halnya jika pemerintah sudah melakukan usaha-usaha pencegahan terhadap datangnya penyakit tadi. Misalnya, pemerintah sudah membuat saluran-saluran air yang baik, memberikan penyuluhan tentang hidup sehat kepada masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan penyakit yang mewabah tidak akan terjadi. Dengan demikian pemerintah tidak akan mengeluarkan biaya yang tinggi untuk mengatasi masalah wabah penyakit. Begitu juga dengan situasi politik nasional dan international. Pemerintah harus sudah paham dengan situasi politik nasional dan internasional. Apa-apa yang diinginkan oleh masyarakat harus mampu dibaca oleh pemerintah. keputusan-keputusan yang diambil harus sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Akan terjadi akumulasi ketidakpuasan masyarakat dalam bentuk tindakan anarkhis apabila kebutuhan masyarakat tidak terlayani oleh pemerintah. Jadi dengan memahami kehendak politik rakyata secara dini, maka rakyat akan semakin dekat dengan pemerintahnya, partisipasi politik rakyat akan semakin tinggi dan pemerintah akan melaksanakan pemerintahan dengan tenang.
KESIMPULAN
Reinventing Government yang ditulis David Osborne dan Ted Geabler merupakan rujukan penting dalam melakukan reformasi birokrasi di Indonesia. Latar belakang penulisan buku tersebut yang merupakan refleksi atas keprihatinan mendalam terhadap birokrasi Amerika pada dasarnya juga merupakan keprihatinan banyak negara-negara di dunia termasuk negara berkembang seperti Indonesia. Masalah kunci yang muncul sehubungan dengan kinerja birokrasi adalah sifatnya yang kaku, tidak fleksibel, kurang adaptif terhadap perkembangan pasar dan tidak peka terutama terhadap kepentingan kelompok-kelompok marginal. Terkait dengan permasalahan-permasalahan tersebut sudah selayaknya birokrasi di Indonesia melakukan introspeksi dan refleksi mendalam terhadap perkembangan organisasinya terlebih lagi ditengah-tengah tuntutan dinamika global, otonomi daerah dan demokratisasi yang terus berkembang.
Osborne dan Geabler menawarkan perspektif baru dalam reformasi birokrasi melalui pendekatan yang dikenal dengan pendekatan entrepreneurship/kewirausahaan. Pendekatan ini menganalogikan birokrasi seperti organisasi bisnis, yang luwes dan fleksibel yang dianggap lebih adaptif dalam merspon perkembangan lingkungan eksternal. Gagaan ini bukan tidak mendapatkan kritik, kritik Painter (1994) terhadap konsep pemerintahan entrepreneur adalah bahwa ia terlalu bias pada “new administrative values” yang lebih banyak menitik beratkan pada orientasi goal governance dengan meminggirkan nilai-nilai administrasi klasik yang sebenarnya masih potensial yang berbasis pada rule governance.
Secara umum permasalahan tentang kelambanan birokrasi, ketidak efisienan merupakan kondisi umum birokrasi di banyak Negara termasuk Indonesia. Meski demikian harus diakui pula bahwa bagaimanapun Pemerintah tidak sama dengan organisasi bisnis, sehinga reinventing government tidak boleh dimaknai sebagai swastanisasi. Himawan ( 1998 ) menyampaikan bahwa terdapat lima prinsip utama Reinventing Government yakni : (1) Steering (mengendalikan, memfasilitasi aktivitas masyarakat). (2) Empowering (memberdayakan anggota masyarakat). (3) Meeting the need of the costumer, not bureaucracy). (4) Earning (5) Prevention. Kelima prinsip inilah yang membedakan antara kewirausahaan pemerintah dengan kewirausahaan swasta.
Akhirnya jelas, sebuah perubahan harus dimulai, apapun konsep yang hendak digunakan, namun paling tidak konsep tersebut harus merepresentasikan juga posisi kebudayaan Indonesia sehingga ditemukan format kelembagaan birokrasi yang efisien,efektif, adaptif dan human tanpa harus menjadi ke-barat-barat-an, meninggalkan identitas sebagai sebuah bangsa yang otonom dan berjati diri.


DAFTAR PUSTAKA

Albrow, Martin, 1996, Birokrasi, Yogyakarta, Tiara Wacana.
Blau, Peter.M dan Meyer, Marshall.W, 2000, Birokrasi Dalam Masyarakat Modern, Jakarta, Prestasi Pustakaraya.
Imawan, Riswandha, Membedah Politik Orde Baru, Pustaka Pelajar, Jogyakarta 1998.

Osborne, David dan Gaebler, Ted. 1992. Mewirausahakan Birokrasi : Seri Umum No. 17. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta

Putra, Fadillah dan Arif, Saiful, 2001, Kapitalisme Birokrasi: Kritik Reinventing Government Osborne Gaebler, Yogyakarta, LKiS.
Thoha, Miftah dan Dharma, Agus (editor), 1999, Menyoal Birokrasi Publik, Jakarta, Balai Pustaka.

No comments:

Post a Comment